CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Selasa, 06 April 2010

CintA taK hARuz mEMILiKi

Akan tiba saatnya
di mana kita harus berhenti mencintai
bukan karena kita putus asa mencintai
melainkan karena kita menyadari
orang yang kita cintai
lebih bahagia apabila kita melepaskannya
Walaupun aku dan dia tidak bersama
Namun aku puas dengan rasa
rasa cinta untuk mencintai dia
rasa yang membuatku bahagia
rasa yang membawaku melayang ke udara
rasa yang menggelora di dada
rasa yang membuatku buta
Terkadang aku tidak mngerti
rasa di dalam hati ini
yang selalu menghiasi
keseharianku hidup di bumi
Andaikan dia tahu dan mau mengerti
bahwa hanya dia yang ada di hati
hanya dia yang bisa mengisi
mengisi hati sanubari
yang membuatku selalu berseri
Namun semuanya tinggal penyesalan
semua tinggal khayalan
kekasih yang dicinta mungkin telah berganti hati
tak lagi menerima diri ini kembali
Memang semua adalah salahku
salah akan kekhilafanku
khilaf akan semua kata kataku
yang membuatnya bernafsu memutuskanku
tapi itulah kehidupan
kita masih muda, muda akan pengalaman
muda akan segala hal
dengan ego yang tinggi dan mau menang sendiri
Nasi telah menjadi bubur
namun rasa cintaku tak akan luntur
akan tetap kusimpan walaupun dunia ini hancur
atau aku hanya ngelantur
Padahal aku ingin kembali
kembali seperti dulu lagi
tapi semua hanya mimpi
dia tak mau kembali
Memang cinta tak harus memiliki

Rabu, 24 Februari 2010

Birrul Walidain, Bagaimana Caranya?

Sebagai anak, sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengekspresikan rasa bakti dan hormat kita kepada kedua orang tua. Memandang dengan rasa kasih sayang dan bersikap lemah lembut kepada mereka pun termasuk birrul walidain. Allah berfirman, “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.” (Al-Isra’:23)

Dalam kitab “Adabul Mufrad, Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat bersumber dari Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir melalui Urwah, menjelaskan mengenai firman Allah : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.” Maka Urwah menerangkan bahwa kita seharusnya tunduk patuh di hadapan kedua orang tua sebagaimana seorang hamba sahaya tunduk patuh di hadapan majikan yang garang, bengis, lagi kasar.

Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia bersama seorang laki-laki lanjut usia. Rasulullah bertanya, ”Siapakah orang yang bersamamu?” Maka jawab laki-laki itu, “Ini ayahku”. Rasulullah kemudian bersabda, “Janganlah kamu berjalan di depannya, janganlah kamu duduk sebelum dia duduk, dan janganlah kamu memanggil namanya dengan sembarngan serta janganlah kamu menjadi penyebab dia mendapat cacian dari orang lain.” (Imam Ath-Thabari dalam kitab Al-Ausath)

Berbakti kepada orang tua tak terbatas ketika mereka masih hidup, tetapi bisa dilakukan setelah mereka wafat. Hal itu pernah ditanyakan oleh seorang sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah menjawab, “Yakni dengan mengirim doa dan memohonkan ampunan . Menepati janji dan nadzar yang pernah diikrarkan kedua orang tua, memelihara hubungan silaturahim sera memuliakan kawan dan kerabat orang taumu.” Demikian Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hiban meriwayatkan bersumber dari Abu Asid Malik bin Rabi’ah Ash-Sha’idi